Senin, 21 Mei 2012

Konsep Dasar Kehamilan Tidak Direncanakan (KTD)


       Kehamilan Tidak Direncanakan atau KTD merupakan faktor terbesar yang berkontribusi terhadap angka aborsi. Secara global, sekitar 80 juta kehamilan (38% dari seluruh kehamilan) merupakan KTD yang menghasilkan 42 juta induced abortion dan 34 juta kelahiran yang tidak diinginkan. 4 dari 10 kehamilan merupakan Kehamilan Tidak Direncanakan. Yang dimaksud dengan kehamilan tidak direncanakan biasanya dibagi menjadi 2, yaitu : a. Kehamilan yang terjadi pada pasangan yang ingin memiliki anak tapi tidak secara spesifik merencanakan kehamilan dalam satu waktu tertentu b. Kehamilan yang terjadi pada perempuan atau pasangan yang tidak ingin menjadi seorang ibu atau tidak menginginkan punya anak dalam waktu tertentu, biasanya hal ini terjadi karena tidak menggunakan kontrasepsi atau kegagalan kontrasepsi.

Faktor-Faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya KTD
  1. Kekerasan terhadap perempuan. Yang dimaksud sebagai kekerasan terhadap perempuan di sini adalah kekerasan seksual seperti pemerkosaan dan pemerkosaan dalam perkawinan yang dapat mengakibatkan terjadinya KTD. 
  2. Relasi Kuasa. Perempuan tidak memiliki kuasa untuk mengambil keputusan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan ; kapan berhubungan seks, pemakaian kontrasepsi atau mencari bantuan medis yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi dan seksual. 
  3. Kurangnya pemahaman mengenai konsep kehamilan. Banyak yang beranggapan bahwa kehamilan tidak akan terjadi jika hanya satu kali melakukan hubungan seksual, atau jika ejakulasi di luar maka sperma tidak dapat masuk dan membuahi ovum. 
  4. Terbatasnya akses kontrasepsi Kebanyakan dari KTD terjadi karena perempuan/pasangan tidak menggunakan kontrasepsi atau karena kegagalan kontrasepsi. Keengganan perempuan atau pasangan untuk menggunakan metode kontrasepsi biasanya berhubungan dengan keyakinan, kepercayaan atau stigma terhadap metode kontrasepsi tertentu. Di Indonesia, akses dan layanan kontrasepsi masih ditujukan bagi Pasangan Usia Subur (PUS), akses layanan kontrasepsi bagi perempuan pra-nikah masih sangat terbatas. 
  5. Kurangnya informasi yang berimbang dan tepat mengenai penggunaan kontrasepsi. Akses dan layanan kontrasepsi bagi PUS tidak dibarengi dengan informasi dan sosialisasi yang tepat guna. KTD pada pasangan yang menggunakan kontrasepsi biasanya terjadi karena inkonsistensi dan ketidaktahuan cara penggunaan yang benar. 
  6. Kurangnya pemahaman tentang metode pengendali kehamilan secara alami. Informasi dan pengetahuan mengenai pengendali kehamilan secara alami seperti metode kalender atau fertility awareness masih sangat jarang dikenal dan disosialisasikan di masyarakat. 
  7. Adanya tekanan dari luar. Tekanan ini bisa berupa tekanan dari pasangan yang menolak menggunakan kontrasepsi dengan beragam alasan seperti; berkurangnya kenikmatan seksual, kepercayaan bahwa anak adalah rejeki dan tidak boleh ditolak, dll. Atau tekanan dari pasangan, keluarga atau masyarakat yang masih memiliki anggapan bahwa tugas perempuan adalah untuk meneruskan keturunan. Perempuan yang tidak ingin punya anak atau belum siap punya anak terjebak oleh tuntutan dan anggapan tersebut sehingga ketika pasangan atau keluarga menuntut kehadiran seorang anak, perempuan tidak bisa menolak. 
  8. Terbatasnya akses informasi tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi. Minimnya informasi dan pendidikan mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi mendorong terjadinya seks tidak aman yang berakibat pada meningkatnya KTD 
Dampak dan Resiko akibat KTD

  1. Medis KTD dapat beresiko terhadap kesehatan ibu atau calon bayi. Pada perempuan remaja, organ reproduksi yang belum terbentuk dengan sempurna dapat meningkatkan resiko terhadap kanker rahim. KTD bisa menjadi beresiko bagi ibu dan anak, biasanya perempuan yang mengalami KTD mengetahui kehamilannya terlambat sehingga terlambat pula mendapatkan perawatan prenatal, hal ini yang menyebabkan resiko kehamilannya bagi ibu dan anak yang semakin tinggi dan diperparah dengan mengkonsumsi obat – obatan yang tidak aman atau penggunaan alkohol. Keterlambatan mendapatkan perawatan pre-natal dan kehamilan beresiko terhadap : a. Rahim lemah b. Berat bayi lahir rendah c. Bayi lahir prematur d. Preklamsia atau keracunan kehamilan, dll Selain keterlambatan mendapatkan perawatan pre-natal, KTD juga berontribusi pada aborsi tidak aman yang beresiko terhadap kematian dan kesehatan perempuan. Di Indonesia di mana aborsi illegal, akses terhadap pelayanan aborsi yang aman menjadi sangat terbatas sehingga perempuan memilih aborsi yang illegal dan tidak aman. 
  2. Resiko ekonomi Ketidaksiapan ekonomi dapat memberi dampak terhadap ekonomi keluarga sehingga beban ekonomi keluarga semakin berat. 
  3. Psiko-sosial a. Pada remaja yang masih sekolah,selain rasa malu dan bersalah, KTD dapat berdampak pada terhambatnya kesempatan mengenyam pendidikan dan menghambat kesempatan kerja. b. Pada perempuan yang tidak menginginkan anak, KTD dapat mengakibatkan stress dan depresi. Hal ini beresiko terhadap hubungan ibu dan anak dimana keduanya merasa tidak terhubung secara emosional. c. Sedangkan bagi anak yang dilahirkan di luar nikah, cap sebagai anak haram menjadi beban psikologis yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. 
Pilihan dan Solusi
          Ketika perempuan atau pasangan mengalami KTD, reaksi yang biasa muncul adalah kebingungan dan perasaan tertekan baik itu secara emosional, spiritual, ekonomi ataupun sosial. Reaksi ini muncul karena kurangnya pengetahuan mengenai pilihan-pilihan yang dapat mereka pertimbangkan sebagai solusi terbaik. Sebelum mengambil keputusan, perempuan atau pasangan sebaiknya mengetahui bahwa ada 3 pilihan yang dapat mereka pertimbangkan, memikirkan ke-3 pilihan dan resiko-resikonya dapat membantu perempuan atau pasangan dalam menyiapkan diri secara fisik dan emosional, serta meminimalisir resiko terburuk yang mereka hadapi. Ketiga pilihan itu adalah : 
  1. MENJADI ORANG TUA Merawat dan membesarkan seorang anak adalah sebuah tantangan. Butuh kompromi pada setiap tahapnya. Tak hanya menuntut persiapan finansial, namun juga persiapan mental dan pengorbanan waktu dan tenaga. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika memilih menjadi orang tua adalah: - Kesiapan memiliki seorang anak. - Kesiapan komitmen jangka panjang sebagai orang tua - Budget planning untuk menyokong seorang anak, termasuk di dalamnya tempat tinggal, biaya perawatan, kesehatan dan sekolah. - Implikasinya bagi karir, pendidikan dan masa depan. - Jaringan dan dukungan orang-orang terdekat - Keputusan untuk menjadi single-parent atau berbagi tanggung jawab merawat anak bersama pasangan Bagi perempuan belum/tidak menikah, mengambil keputusan menjadi orangtua bukanlah hal yang mudah. Stigma masyarakat dan penolakan dari keluarga bisa menjadi tekanan yang berat. Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, seorang perempuan dapat mengambil keputusan secara sadar dan siap akan konsekuensi yang akan dihadapi di masa depan. 
  2. ADOPSI Bagi perempuan atau pasangan yang belum siap menjadi orang tua dapat memilih adopsi sebagai solusi dalam menghadapi KTD. Dalam proses adopsi, bayi akan diserahkan kepada keluarga yang akan merawat dan membesarkan bayi tersebut. Proses adopsi harus dilakukan melalui lembaga yang tepat dan diproses menurut hukum yang berlaku, untuk memastikan anak mendapat rumah dan keluarga yang baik. Lembaga adopsi akan menjamin bahwa anak akan mendapatkan keluarga seperti yang diharapkan oleh orangtua biologis. Namun pertimbangan kesejahteraan anak akan menjadi pilihan utama ketika memilih sebuah keluarga yang tepat. Biasanya orangtua biologis baru akan memiliki hak untuk menemui anaknya setelah ia tumbuh dewasa. Namun demikian, beberapa keluarga yang mengadopsi merasa kontak dengan keluarga biologis akan baik bagi pertumbuhan anak, sehingga mengijinkan orangtua biologis untuk tetap saling kontak satu sama lain. 
  3. ABORSI Aborsi merupakan salah satu pilihan bagi perempuan yang mengalami KTD. Aborsi di Indonesia dibatasi, maka tak semua klinik atau dokter menyediakan layanan aborsi yang aman. Ada perkecualian bagi beberapa kasus di mana kemudian aborsi di legalkan di Indonesia, di antaranya adalah : - Kehamilan tersebut dapat mengakibatkan resiko kesehatan hingga kematian bagi si ibu atau janin yang di kandungnya. - Kehamilan tersebut merupakan akibat dari tindak perkosaan yang mengakibatkan si ibu menjadi traumatik. Meski demikian, perempuan tetap berhak menentukan jika ia belum siap atau tidak mau memiliki anak. Pilihan perempuan tidak boleh dibatasi oleh hukum. 



Sumber: Materi ini di dapat pada saat training alternatif pemenuhan hak perempuan oleh SAMSARA di Omah Panggung, Yogyakarta pada tanggal 4-6 Mei 2012



1 komentar: